Selasa, 10 Juli 2018

Pembelajaran Kontekstual

 

credit: pixabay.com


A.    Definisi
Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung dua arti: 1) bagian sesuatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2) situasi yang ada hubungan dengan suatu kejadian.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.


Model pembelajaran kontekstual tidak bersifat ekslusif akan tetapi dapat digabung dengan model-model pembalajaran yang lain, misalnya: penemuan, keterampilan proses, eksperimen, demonstrasi, diskusi, dan lain-lain. Pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dengan baik, dituntut adanya kemampuan guru yang inovatif, kreatif, dinamis, efektif dan efisien guna menciptakan pembelajaran yang kondusif. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya narasumber dalam pembelajaran dan kegiatan telah beralih menjadi siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran serta peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator, maka semangat siswa dapat meningkat dengan menggunakan metode, materi, dan media yang bervariasi.
Johnson, mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.

Beberapa ahli mengemukakan definisi tentang metode pembelajaran CTL. Menurut Sanjaya (2006). CTL adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan kepada proses keterlibatan mahasiswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong mahasiswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep CTL tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan mahasiswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar mahasiswa hanya menerima materi perkuliahan, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya.
Kedua, CTL mendorong agar mahasiswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya mahasiswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi mahasiswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori mahasiswa , sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong mahasiswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
B.     Karakteristik
Menurut Priyatni dalam Krisnawati dan Madya (2004: 56) pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan metode kontekstual memiki karakteristik sebagai berikut:
1.      Pembelajaran yang dilaksanakan dalam konteks yang otentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah nyata yang dihadapi.
2.      Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
3.      Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
4.      Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok , berdiskusi, dan saling mengoreksi.
5.      Kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami satu dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek pembelajaran yang menyenangkan.
6.      Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan memetingkan kerjasama.
7.      Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan.
C.    Prinsip
Kurikulum dan pembe1ajaran kontekstua1 perlu didasarkan atas prinsip dan strategi pembe1ajaran yang mendorong terciptanya lima bentuk pembelajaran "relating, experiencing, applying, cooperating, and transferring" (http://www.cord.org/lev2.cfm/143 : 1; Dep diknas 2002b: 20-21). Penjelasan masing-masing prinsip atau strategi tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Keterkaitan/Re1evansi (Relating)
Proses pembelajaran hendaknya memi1iki keterkaitan (relevan) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa, (relevansi antar faktor internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, denganfaktor ekstemal seperti ekspose mediadan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam kehidupan masyarakat. Pada pelajaran "pengubinan" pada Matematika, misalnya, sangat berguna jika seorang siswa ingin menjadi pengusaha tegel atau menjadi interior designer. Pelajaran sosiologi, sosiatri, hukum adat, dan antroplogi budaya juga berguna bagi siswa yang akan bekerja sebagai polisi, hakim, jaksa, dan pengelola Lembaga Swadaya Masyarakat.
2.      Pengalaman Langsung (Experiencing)
Dalam proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan Kontskstual (discovary), inventory, investigasi, penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual (http://www.cord.org/lev2.cfin/l43: I). Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatiah bermanfaat penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca dan menelaah bukuteks, dsb.
3.      Aplikasi (Applying) Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dankonteksyanglainmerupakanpembelajaran tingkat tinggi, lebih daripada sekedar menghafai. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari guna diterap-kan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta konsep, prinsip atau proseduratau"pencapaian tujuan pembelajarandalam bentuk menggunakan (use )"(Merrill & Reigeluth, 1987: 17). Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat juga dapat mendorong siswa untuk memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka minati. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkanpadadumakerja. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksankan dengan menggunakan buku teks, video, laboratorium, dan bila memungkinJs.an ditindaklanjuti dengan memberikanpengalaman langsung melalui kegiatan karyawisata,praktekkeIja lapangan, magang (internship), dansebagainya.
4.      Kerjasama (Cooperating) Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antara sesama siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran tetapi juga sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan "secara bersama-sama atau kerjsama dalam bentuk tim kerja. Kerja laboratorium sebagai strategi utama CTL pada dasarnya juga merupakan bentuk kerjasama. Pada umumnya siswa bekerja dalam bentuk pasangan atau kelompok kecil yang terdiri 3 - 4 orang untuk menye1esaikan tugas laboratorium. Penyelesaian tugas laboratorium memerlukan perwakilan yang bertugas mengamati, menulis, menyusun laporan, diskusi, dan sebagainya. Kualitas hasil kerja tim tergantung dari kualitas kerjasama di antara anggota tim.
5.      Alih Pengetahuan(Transferring)
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki bukan sekedar untuk dihafal tetapi dapat digunakan, diaplikasikan, atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif (Gagne, 1988: 19) atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding) " (Reigeluth& Merrill, 1987: 17). Dengan mengetahui sifat-sifat aliran air sungai, dengan mengetahui prinsip-prinsip kerja dinamo, dan baling-baling (turbin), misalnya, siswa dapat membuat pembangkit listrik tenaga air sungai untuk memecahkan masalah kelangkaan penerangan.


D.    Komponen
Menurut Nurhadi (2002: 10) sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan tujuh komponen utama contextual teaching and learning berikut, yaitu:
1.      Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang (Sanjaya, 2006:264).
Muslich (2009:44) mengemukakan konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksikannya terlebih dahulu pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dianalogikan bahwa siswa lahir dengan pengetahuan yang masih kosong. Dengan menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungannya, siswa mendapat pengetahuan awal yang diproses melalui pengalaman-pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan baru. Dalam hal ini anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

2.      Menemukan (inquiry)
Komponen kedua dalam CTL adalah inquiri. Inquiri, artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses Inquiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (Sanjaya, 2006:265).
Menemukan (Inquiri) merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil
mengingat seperangkat fakta, akan tetapi hasil menemukan sendiri dari
fakta yang dihadapinya Muslich (2009:45).
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

3.      Bertanya (questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Sanjaya,
2006:266). 
Menurut Mulyasa (2009:70) menyebutkan ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyaan yang jelas dan singkat, memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan, pemberian kesempatan berpikir, dan pemberian tuntunan. Dalam pembelajaran melalui CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

4.      Masyarakat belajar (learning community)
Didasarkan pada pendapat Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pemahaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Konsep masyarakat belajar (Learning Comunity) dalam CTL hasil pembelajaran diperoleh melalui
kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan
bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267).
Muslich (2009:46) mengemukakan konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.

5.      Pemodelan (modeling)
Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Modeling merupakan azas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis (abstrak) yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme (Sanjaya, 2006:267).
Konsep pemodelan (modeling), dalam CTL menyarankan bahwa pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran seperti ini, akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukan model atau contohnya (Muslich, 2009:46).
Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, akan tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau juga dapat didatangkan dari luar.

6.      Refleksi (reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya (Sanjaya, 2006:268).
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
7.      Penilaian yang riil (authentic assessment)
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.  Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual ataupun mental siswa. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar bukan sekedar pada hasil belajar (Sanjaya, 2006:268).
Muslich (2009:47) Penilaian yang sebenarnya (authentic assesment) merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman belajar siswa perlu diketahui oleh guru setiap saat agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan dalam pembelajaran CTL penilaian bukan sekedar pada hasil belajar, akan tetapi lebih menekankan pada proses belajar juga. Apabila data yang  dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam pembelajaran, maka guru bisa segera melakukan tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan tersebut.

E.     Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) :
1)      Pemahaman siswa terhadap konsep matematika tinggi sebagai berikut konsep ditemukan sendiri oleh siswa karena siswa menerapkan apa yang dipelajari dikehidupan sehari-hari
2)      Siswa terlibat aktif dalam memecahkan dan memiliki keterangan berfikir yang lebih tinggi karena siswa dilatih untuk mengunakan berfikir memecahkan suatu masalah dalam mengunakan data memahami masalah untuk memecahkan suatu hasil
3)      Pengetahuan tentang materi pembelajaran tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran CTL akan lebih bermakna
4)      Siswa dapat merasakan dengan masalah yang konteks bagi siswa hal ini dapat mengakibatkan motivasi kesukaran siswa terhadap belajar matematika semakin tinggi
5)      Siswa menjadi mandiri
6)      Pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan
Kekurangan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) :
1)      Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan amat banyak karena siswa ditentukan menemukan sendiri suatu konsis sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator, hal ini dapat berakibat pada tahap awal materi kadang-kadang tidak tuntas
2)      Tidak semua komponen pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dapat diterapkan pada seluruh materi pelajaran tetap hanya dapat diterapkan pada materi pembelajaran yang mengandung prasyarat yang dapat diterapkan contextual teaching and learning(CTL)
3)      Sulit untuk menambah paradigma guru : guru sebagai pengajar keguru sebagai fasilitator dan mitra siswa dalam belajar, dalam suatu pembelajaran tentu ada kelemahan-kelemahannya agar suatu pembelajaran dapat berjalan dengan baik maka tugas kita sebagai guru adalah meminimalkan kelemahan-kelemahan tersebut dengan bekerja keras
4)      Penerapan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) Menurut Priyono sebuah kelas dikatakan mengunakan pendekatan contextual teaching and learning(CTL) jika menerapkan tujuh (7) konponen tersebut dalam pembelajarannya untuk melaksanakan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaanya.











F.     Contoh Soal
1.      Dua hari lagi Nova akan merayakan ulang tahunnya, untuk meyambut pesta ulang tahun tersebut, Nova dan Ibunya pergi ke pasar. Selain membeli bermacam-macam kue, mereka juga membeli buah-buahan diantaranya Apel dan Jeruk. Ketika sampai disatu toko, ternyata persediaan toko tersebut hanya tinggal 10 buah apel dengan berat masing-masing 100 ons, dan 10 buah jeruk dengan berat masing-masing 200 ons. Karena barang yang dibawa sudah terlalu banyak, maka nereka memutuskan hanya membeli 2 kg ( 2000 ons) apel dan jeruk.
a)      Berapakah jumlah maisng-masing apel dan jeruk yang dapat mereka beli? (dalam bentuk aljabar)
b)      Dari bentuk Aljabar tersebut, Nova memutuskan untuk membeli jeruk dengan jumlah paling sedikit, maka berapakah jumlah masing-masing apel dan jeruk yang harus dibeli Nova dan Ibu?

Penyelesaian :
Misalkan : Buah apel dilambangkan dengan x
                              Buah jeruk dilambangkan dengan y
Diketahui : 10 buah apel (10x)
                               x = 100 ons
10    uah jeruk (10y)
                               y = 200 ons
Ditanya :
a)      Berapakah jumlah maisng-masing apel dan jeruk yang dapat mereka beli? (dalam bentuk aljabar)
b)      Dari bentuk Aljabar tersebut, Nova memutuskan untuk membeli jeruk dengan jumlah paling sedikit, maka berapakah jumlah masing-masing apel dan jeruk yang harus dibeli Nova dan Ibu?
Jawaban nomor a :
Langkah 1, buatlah tabel jumlah apel dan jeruk
Banyak Buah
Apel (ons)
Jeruk (ons)
1
100
200
2
200
400
3
300
600
4
400
800
5
500
1000
6
600
1200
7
700
1400
8
800
1600
9
900
1800
10
1000
20000

Langkah ke 2, Kemudian buat tabel dimana apel dan jeruk harus berjumlah 2000 ons.
Apel (ons)
200
400
600
800
1000
Jeruk (ons)
1800
1600
1400
1200
1000
Jumlah
2000
2000
2000
2000
2000

Langkah ke 3, Ubah kedalam bentuk Aljabar
Misalkan :
x adalah buah apel, dan y adalah buah jeruk
1.      2x + 9y
2.      4x + 8y
3.      6x + 7y
4.      8x + 6y
5.      10x + 5y
Jadi, Nova dan Ibu kemungkinan membeli buah apel dan buah jeruk sebanyak:
1.      2 buah apel dan 9 buah jeruk
2.      4 buah apel dan 8 buah jeruk
3.      6 buah apel dan 7 buah jeruk
4.      8 buah apel dan 6 jeruk
5.      10 buah apel dan 5 buah jeruk.

Jawaban nomor b:
Nova memutuskan untuk membeli buah apel dan buah jeruk sebanyak 10x + 5y yaitu 10 buah apel dan 5 buah jeruk.





















Daftar Pustaka
Kadir.2013.Konsep Pembelajaran Kontekstual Di Sekolah.Dinamika Ilmu,13,25
Gafur.2003.Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching  and Learning) dan desain pesan dalam pengembangan pembelajaran dan bahan ajar.Cakrawala Pendidikan,3,276-278
Zulaiha.2016.Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Implementasinya.BELAJEA:Jurnal Pendidikan Islam,01,46-47
Sabil.2011.Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) Pada Materi Ruang Dimensi Tiga Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (MPBM).Edumatica,01,46



0 comments:

Posting Komentar