PMRI berkembang berawal dari pembelajaran yang dilakukan di Belanda, dengan sebutan Realistic Mathematic Education (RME). Fruedenthal mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realitas dan aktivitas manusia. Matematika sebagai aktivitas manusia, maksudnya manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika.
Treffers (1991) mengklasifikasikan empat pendekatan
pembelajaran matemaika, yaitu mekanistik, emperistik, strukturalis, dan
realistik. Mekanistik lebih memfokuskan pada Drill, emperistik lebih menekankan
matematisasi horisontal (pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualan masalah
dalam cara yang berbeda, merumuskan masalah kehidupan sehari-hari ke dalam
bentuk matematika) , strukturalis lebih menekankan pada matematisasi vertikal (memperbaiki model, menggunakan model yang berbeda, memadukan dan
mengombinasikan model, membuktikan keteraturan, merumskan konsep matematika
yang baru), sedangkan realistik memberikan perhatian yang seimbang antara
matematisasi horisontal dan vertikal.
Menurut Streefland (1991) prinsip utama dalam belajar mengajar yang
berdasarkan pada pengajaran realistik adalah:
a.
Constructing
and Concretizing
Bahwa belajar matematika adalah aktivitas konstruksi.
Karakteristik konstruksi ini tampak jelas dalam pembelajaran, yaitu siswa
menemukan sendiri prosedur untuk dirinya sendiri. Pengkonstruksian ini akan
lebih menghasilkan apabila menggunakan pengalaman dan benda-benda konkret.
b.
Levels
and Models
Belajar
konsep matematika atau keterampilan adalah proses yang merentang panjang dan
bergerak pada level abstraksi yang bervariasi. Untuk dapat menerima kenaikan
dalam level ini dari batas kontesks aritmatika informal sampai aritmatika
formal dalam pembelajaran digunakan model supayadapat menjembatani antara
konkret dan abstrak.
c.
Reflection
and Special Assignment
Belajar
matematika dan kenaikan level khusus dari proses belajar ditingkatkan melalui
refleksi. Penilaian terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan pada hasil saja,
tetapi juga memahami bagaimana proses berpikir seseorang. Perlu dipertimbangkan
bagaimana memberikan penilaian terhadap jawaban siswa yang bervariasi.
d.
Social
context and ineraction
Belajar
bukan hanya merupakan aktivitas individu, tetap sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat dan langsung berhubungan dengan konteks sosiokutural. Maka dari itu
di dalam belajar, siswa harusdiberi kesempatan bertukar pikiran, adu argumen,
dan sebagainya.
e.
Structuring
and interwining
Belajar
matematika bukan hanya terdiri dari penyerapan kumpulan pengetahuan dan
unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang
terstruktur. Konsep baru dan objek mental harus cocok dengan dasar pengetahuan
yang lebih besar atau lebih kecil sehingga dalam pembelajaran diupayakan agar
ada keterkaitan antara yang satu dan yang lainnya.
Berdasarkan pada uraian di atas,
pada dasarnya prinsip atau ide yang mendasari PMRI adalah situasi ketika siswa diberi kesempatan
untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Berdasarkan situasi realistik,
siswa didorong untuk mengonstruksi sendiri masalah realistik, karena masalah
yang dikonstruksi oleh siswa akan menarik siswa lain untuk memecahkannya.
Proses yang berhubungan dalam berpikir dan pemecahan masalah ini dapat meningkatkan
hasil mereka dalam masalah.
Langkah-Langkah
1.
Memahami
masalah konstektual
Guru
memberikan masalah (soal) konstektual dan siswa diminta untuk memahami masalah
tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memberikan petunjuk/saran
seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada
langkah ini karakteristik PMRI yang diterapkan adalah karakteristik pertama.
Selain itu, pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya
prinsip pertama dari PMRI.
2.
Menyelesaikan
masalah konstekstual
Siswa
secara individual disuruh menyelesaikan masalah konstekstual pada buku siswa
atau LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang
berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah
tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan
siswa memperoleh penyelesaian soal. Misalnya : bagaimana kamu tahu itu,
bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu, dll.
Pada
tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang ide atau konsep atau
definisi dari soal matematika. Disamping itu, pada tahap ini siswa juga
diarahkan untuk membentuk dan mengguakan model sendiri untuk membentuk dan
menggunakannya guna memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan
tidak memberitahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa
memperoleh penyelesaiannya sendiri.
Pada
langkah ini semua prinsip PMRI muncul, sedangkan karakteristik PMRI yang muncul
adalah karakteristik ke-2, menggunakan model.
3.
Membandingkan
dan mendiskusikan jawaban
Siswa
diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok
kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi itu dibandingkan dengan diskusi kelas
yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan siswa untuk melatih
keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau
bahkan dengan gurunya. Karakteristik PMRI yang muncul pada tahap ini adalah
penggunaan ide atau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa
melalui optimalisasi interaksi antara siswa dan siswa, antara guru dan siswa,
dan antara siswa dan sumber belajar.
4.
Menarik
kesimpulan
Berdasarkan
hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa
untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau
prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru
diselesaikan. Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini adalah
menggunakan interaksi anatara guru dan siswa.
Kelebihan
-
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang
kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
-
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang
tersebut.
-
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama
antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau
menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan
soal atau masalah tersebut. Selanjutnya, dengan membandingkan cara penyelesaian
yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara
penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah
tersebut.
-
Pembelajaran
matematika realstik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam
memperajali matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan
orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang lebih mengetahui
(guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran
yang bermakana tidak akan tercapai.
Kekurangan
-
Tidak
mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya
mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan
itu merupakan syarat untuk dapat diterapkan PMRI.
-
Pencarian
soal-soal konstektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut
harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
-
Tidak
mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menentukan berbagai cara dalam
menyelesaikan soal atau memeahkan masalah.
-
Tidak
mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan
penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
0 comments:
Posting Komentar